Suatu ironis kebudayaan sendiri dijauhi oleh anak muda
sekarang. Tidak habis pikir mengapa kaum muda sekarang lebih suka ala
boyband/girlband, seksi dancer, hip hop yang sama sekali tidak mencerminkan
ciri khas budaya Indonesia yang ramah, sopan dan berkepribadian luhur.Di
Banjarbaru beberapa waktu lalu tepatnya di lapangan Murjani tarian tidak etis
yang sering dikenal sebagai seksi dancer ditampilkan dalam suatu acara promosi
salah satu perusahaan rokok. Aksi tarian itu ditampilkan di depan anak-anak di
bawah umur yang berjarak hanya beberapa meter saja.
Bukanlah sesuatu hal yang aneh ketika pihak yang seharusnya
mengingatkan malah ikut menikmati tarian energik yang identic dengan busana
minim dipertontonkan tanpa ada pengawasan ataupun peringatan bagi anak di bawah
umur. Sebagian orang menganggap itu hanya sebagai hiburan.
Di mana letak pengawasan orangtua saat anak-anal yang
harusnya berada di rumah malah dibiarkan berkeliaran bukan pada tempat dan
waktunya?
Dalam tinjauan psikologi perkembangan, peran orangtua
dibutuhkan dalam mendampingi dan memberitahu bagaimana mereka bisa menyesuaikan
diri pada perubahan, perkembangan dan adanya perbedaan di dalam lingkungan
mereka. Anak-anak tidak bisa dibiarkan lepas ke dunianya sendiri.
Logika yang muncul, jika lingkungan mereka tidak tepat maka
anak-anak ini akan mendapat dampak negatif, baik perubahan psikologinya ataupun
kepribadiannya. Memang benar anak dibebaskan untuk memilih apa yang menurutnya
itu cocok untuk dirinya. Di sinilah orangtua wajib mengarahkan dan membimbing.
Pembelajaran seni tari pada anak usia dini sangat berpengaruh terhadap pola
perkembangan anak yang ditandai dengan perkembangan motoric kasar dan motoric
halus, pola bahasa dan piker, emosi jiwa serta perkembangan social anak.
Di sekolah keprihatinan manakala keberadaan siswa didik
kurang berminat terhadap seni budaya daerah, kata-kata yang terlontar dari
mereka bahwa tari/lagu daerah itu kuno (ketinggalan jaman). Itulah persoalan
yang menampar wajah dunia pendidikan saat ini. Apakah fakta tersebut bias dari
program Ujian Nasional (UN) yang hanya menekankan factor pengetahuan (kognitif)
belaka. Fakta keterampilan (psikomotor) kurang mendapat perhatian.
Padahal pelajaran tari bukan bertujuan untuk mempelajari
sikap gerak saja, namun juga sikap mental, kedisiplinan, sehingga pendidikan
tari itu menjadi media pendidikan. Dalam bukunya tentang pendidikan Ki Hadjar
Dewantara menuliskan, tari anak-anak akan memberi pengaruh terhadap ketajaman
pikiran, kehalusan rasa dan kekuatan kemauan serta memperkuat rasa kemerdekaan.
Dinas Pendidikan Banjarbaru KASI Kurikulum Drs Simum. MM
saat ditemui di kantornya menerangkan untuk pelestarian budaya daerah di
sekolah itu di pelajari dari kesenian tari, music daerah, bahasa hingga sejarah
kedaerahan. Itu semua terangkum dalam pelajaran Muatan Lokal (Mulok).
Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Herman Taupan di
Banjarmasin menambahkan tidak hanya mulok, ekstrakurikuler pun menambah
pengayaan pelestarian budaya daerah pada siswa didik di sekolah. Ajang
perlombaan tari, music panting sering diadakan. Sekarang tergantung dari
sekolah masing-masing sebab sekolah mempunyai hak otonomi untuk memajukan
program mulok serta ekstrakurikuler tadi.
Di sisi lain, pihak sekolah kadang-kadang masih memandang
kesenian dengan sebelah mata dibandingkan dengan bidang lain, seperti olahraga.
Contoh nyata, pembangunan sarana olahraga jauh mengalahkan ketersediaan sarana
berekspresi kesenian, bahkan juga mengalahkan kepentingan yang paling mendasar
seperti perpustakaan.
Banyak sekolah yang membangun aula megah dan mahal, ruang
kesenian tanpa bentuk berada di situ. Sesungguhnya, dalam buku petunjuk teknis
mata pelajaran kesenian tertera kata “laboratorium” sebagai ruang praktek
kesenian di sekolah. Tak hanya polemic kesenian di pendidikan formal sekolah
tahun 2009 ajang budaya Internasional di Malaysia “Rampak Gendang Nusantara”
menuai kekecewaan, 40 perwakilah dari Indonesia Sanggar Pesona Banjar sampai
berita ini diterbitkan belum menerima sertifikat sebagai peserta tersebut oleh
pihak yang bertanggung jawab di Indonesia sebagai pembimbing serta mengantar
mereka di ajang itu.
Belajar dari Arsyad Indradi seorang budayawan Banjar, tubuh
tua rentanya tak pernah menjadi kendala untuk terus berkarya melalui
sastra-sastra indah dan mewariskan budaya luhur banjar kepada cucunya Putri
Kurnia Pratiwi siswi SMA Negeri II Martapura serta anak didiknya di Sanggar
Selendang Mayang. Sari, Baron, Tazki serta anak-anak Sanggar Selendang Mayang
dengan penuh semangat berlatih tari Radap Rahayu serta Baksa Kembang di Musium
Lambung Mangkurat.
Keceriaan, suka duka selalu mewarnai jejak langkah mereka
dalam melestarikan seni tari klasik banjar di tengah maraknya seni tari modern
sebagai idola kaum remaja saat ini. Mereka mengaku ini semua kami lakukan
karena hobi, saat kami lakukan gerakan klasik ini kami merasa damai. Seni
tradisional yang selama ini jauh dari kehidupan generasi muda dengan berbagai
sebab-sebabnya yang telah diuraikan. Mulai dari arus globalisasi dan generasi
muda yang cenderung apatis dan mengikuti arus, sehingga budaya asing yang
terkesan praktis telah menjadi kiblat budaya mereka.
Bagaimanapun juga ajaran-ajaran seni tradisional daerah
telah memberikan pemahaman moral yang luhur, dan memang sangat sesuai jika di
aplikasikan dalam diri generasi muda. Tidak malukan kita dengan anak-anak kecil
pada Sanggar Selendang Mayang yang melestarikan budaya daerah?
Kesimpulan’a adalah kebudayaan asli Indonesia mulai memudar
sejak masuk’a budaya-budaya luar negeri baik asia ataupun barat,jadi kita
sebagai bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kebudayaan asli Indonesia maka
harus bangkit menyebarkan budaya kita agar tidak kalah dari budaya” Negara lain.
0 komentar:
Posting Komentar