KEBUDAYAAN
BANYUMAS
Melihat dari
budaya-budaya di Indonesia,terdapaalah tarian khas Bali,dan masih banyak lagi
budaya-budayat banyak budaya tradisional di berbagai kota dan provinsi.Contoh
sebagian kecil yaitu tari kecak yg berasal dari pulau Bali di daerah Indonesia
selatan,dan tentunya masih banyak lagi budaya-budaya yang eksotis di tanah air
kita ini.
Tidak cukup
sampai disitu,kalau orang-orang mendengar kata budaya pasti selalu
mengaitkannya kedalam arti kesenian atau adat istiadat,tapi kesimpulannya
budaya itu tidak hanya untuk kesenian atau adat istiadat bahkan untuk
agama,ilmu pengetahuan,bahasa bahkan bangunan.dan budaya itu sendiri berasal
dari bahasa sanksekerta,yaitu buddhayah yang berarti akal atau budi.
Politik,kata
politik berasal dari beberapa bahasa,yang pertama berasal dari bahasa Yunani
yaitu Polis yang berarti negara kota,dan dari bahasa inggris yaitu policy yang
berarti kebijakan,dan Siyasah dari bahasa Arab yang berarti cerdik atau
bijaksana.dari beberapa pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa politik selalu
berkaitan dengan kebijakan dan kekuasaan,dan pastinya politik itu mencakup luas
arti dalam negara.
Sekilas
pengertian budaya dan politik,lalu kita akan mengupas salah satu budaya daerah
yang ada di Indonesia yaitu budaya dari daerah banyumas alias banyumasan.Berikut
beberapa budaya daerah dari banyumas :
Ebeg
Ebeg' adalah
jenis tarian rakyat yang berkembang di wilayah Banyumasan. Varian lain dari
jenis kesenian ini di daerah lain dikenal dengan nama kuda lumping atau jaran
kepang, ada juga yang menamakannya jathilan (Yogyakarta) juga reog (Jawa Timur)
namun di wilayah Kecamatan Tambak (Wilayah Kabupaten Banyumas bagian selatan)
lebih dikenal dengan nama "ebleg". Tarian ini menggunakan “ebeg”
yaitu anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda berwarna hitam atau putih dan
diberi kerincingan. Penarinya mengenakan celana panjang dilapisi kain batik
sebatas lutut dan berkacamata hitam, mengenakan mahkota dan sumping
ditelinganya. Pada kedua pergelangan tangan dan kaki dipasangi gelang-gelang
kerincingan sehingga gerakan tangan dan kaki penari ebeg selalu dibarengi
dengan bunyi kerincingan. Jumlah penari ebeg 8 oarang atau lebih, dua orang
berperan sebagai penthul-tembem, seorang berperan sebagai pemimpin atau dalang,
7 orang lagi sebagai penabuh gamelan, jadi satu grup ebeg bisa beranggotakan 16
orang atau lebih. Semua penari menggunakan alat bantu ebeg sedangkan
penthul-tembem memakai topeng. Tarian ebeg termasuk jenis tari massal,
pertunjukannya memerlukan tempat pagelaran yang cukup luas seperti lapangan atau
pelataran/halaman rumah yang cukup luas. Waktu pertunjukan umumnya siang hari
dengan durasi antara 1 – 4 jam. Peralatan untuk Gendhing pengiring yang
dipergunakan antara lain kendang, saron, kenong, gong dan terompet. Selain
peralatan Gendhing dan tari, ada juga ubarampe (sesaji) yang mesti disediakan
berupa : bunga-bungaan, pisang raja dan pisang mas, kelapa muda
(dewegan),jajanan pasar,dll. Untuk mengiringi tarian ini selalu digunakan
lagu-lagu irama Banyumasan seperti ricik-ricik, gudril, blendrong, lung
gadung,eling-eling,( crebonan), dan lain-lain. Yang unik, disaat pagelaran,
saat trans (kerasukan/mendem) para pemainnya biasa memakan pecahan kaca
(beling) atau barang tajam lainnya, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi
dari tangkainya, dhedek (katul), bara api, dll. sehingga menunjukkan
kekuatannya Satria, demikian pula pemain yang manaiki kuda kepang menggambarkan
kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Biasanya dalam pertunjukan
ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul dan cepet. Dalam
pertunjukannya, ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe.
Laisan
Laisan
adalah jenis kesenian yang melekat pada kesenian ebeg. Laisan dilakukan oleh
seorang pemain pria yang sedang mendem, badannya ditindih dengan lesung terus
dimasukkan ke dalam kurungan, biasanya kurungan ayam, di dalam kurungan itulah
Laisan berdandan seperti wanita. Setelah terlebih dulu dimantra-mantara,
kurunganpun dibuka, dan munculah pria tersebut dengan mengenakan pakaian wanita
lengkap. Laisan muncul di tengah pertunjukan ebeg. Pada pertunjukan ebeg
komersial, salah seorang pemain biasanya melakukan thole-thole yaitu menari
berkeliling arena sambil membawa tampah untuk mendapatkan sumbangan. Laisan
juga dikenal di wilayah lain (wetan) dan mereka biasa menyebutnya Sintren.
Lengger-Calung
Kesenian
tradisional lengger-calung tumbuh dan berkembang di wilayah ini. Sesuai
namanya, tarian lengger-calung terdiri dari lengger (penari) dan calung
(gamelan bambu), gerakan tariannya sangat dinamis dan lincah mengikuti irama
calung. Di antara gerakan khas tarian lengger antara lain gerakan geyol, gedheg
dan lempar sampur.
Dulu penari
lengger adalah pria yang berdandan seperti wanita, kini penarinya umumnya
wanita cantik sedangkan penari prianya hanyalah sebagai badut pelengkap yang
berfungsi untuk memeriahkan suasana, badut biasanya hadir pada pertengahan
pertunjukan. Jumlah penari lengger antara 2 sampai 4 orang, mereka harus
berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik, rambut kepala
disanggul, leher sampai dada bagian atas biasanya terbuka, sampur atau
selendang biasanya dikalungkan dibahu, mengenakan kain/jarit dan stagen.
Lengger menari mengikuti irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis dengan
didominasi oleh gerakan pinggul sehingga terlihat sangat menggemaskan.
Peralatan gamelan calung terdiri dari gambang barung, gambang penerus,
dhendhem, kenong dan gong yang semuanya terbuat dari bambu wulung (hitam),
sedangkan kendang atau gendang sama seperti gendang biasa. Dalam penyajiannya
calung diiringi vokalis yang lebih dikenal sebagai sinden. Satu grup calung
minimal memerlukan 7 orang anggota terdiri dari penabuh gamelan dan
penari/lengger.
Angguk
Tarian jenis
ini sudah ada sejak abad ke 17 dibawa para mubalig penyebar agama Islam yang
datang dari wilayah Mataram-Bagelen. Tarian ini disebut angguk karena penarinya
sering memainkan gerakan mengangguk-anggukan kepala. Kesenian angguk yang
bercorak Islam ini mulanya berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyiarkan
agama Islam. Sayangnya jenis kesenian ini sekarang semakin jarang dipentaskan.
Angguk dimainkan sedikitnya oleh 10 orang penari anak laki-laki berusia sekitar
12 tahun. Pakaian para penari umumnya berwarna hitam lengan panjang dengan
garis-garis merah dan kuning di bagian dada/punggung sebagai hiasan. Celana
panjang sampai lutut dengan hiasan garis merah pula, mengenakan kaos kaki
panjang sebatas lutut tanpa sepatu, serta memakai topi pet berwarna hitam.
Perangkat musiknya terdiri dari kendang, bedug, tambur, kencreng, 2 rebana,
terbang (rebana besar) dan angklung. Syair lagu-lagu Tari Angguk diambil dari
kitab Barzanji sehingga syair-syair angguk pada awalnya memang menggunakan
bahasa Arab tetapi akhir-akhir ini gerak tari dan syairnya mulai dimodifikasi
dengan menyisipkan gerak tari serta bahasa khas Banyumasan tanpa merobah corak
aslinya. Bentuk lain dari kesenian angguk adalah “aplang”, bedanya bila angguk
dimainkan oleh remaja pria maka “aplang” atau “daeng” dimainkan oleh remaja
putri.
Wayang Kulit
Gagrag Banyumasan
Sebagaimana
masyarakat Jawa pada umumnya, masyarakat Banyumasan juga gemar menonton
pertunjukan wayang kulit. Pertunjukan wayang kulit di wilayah Banyumas lebih
cenderung mengikuti pedalangan “gagrag” atau gaya pedalangan khas Banyumasan.
Seni pedalangan gagrag Banyumasan sebenarnya mirip gaya Yogya-Solo bercampur
Kedu baik dalam hal cerita, suluk maupun sabetannya, bahasa yang
dipergunakanpun tetap mengikuti bahasa pedalangan layaknya, hanya bahasa para
punakawan diucapkan dengan bahasa Banyumasan. Nama-nama tokoh wayang umumnya
sama, hanya beberapa nama tokoh yang berbeda seperti Bagong (Solo) menjadi
Bawor atau Carub. Menurut model Yogya-Solo, Bagong merupakan putra bungsu Ki
Semar, dalam versi Banyumas menjadi anak tertua. Tokoh Bawor adalah maskotnya masyarakat
Banyumas.
Ciri utama
dari wayang kulit gagrag Banyumasan adalah napas kerakyatannya yang begitu
kental dan Ki Dalang memang berupaya menampilkan realitas dinamika kehidupan
yang ada di masyarakat. Tokoh pedalangan untuk Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
yang terkenal saat ini antara lain Ki Sugito Purbacarito, Ki Sugino
Siswacarito, Ki Suwarjono dan lain-lain.
Gending
Banyumasan
Gending khas
lagu-lagu Banyumasan sangat mewarnai berbagai kesenian tradisional Banyumasan,
bahkan dapat dikatakan menjadi ciri khasnya, apalagi dengan berbagai hasil
kreasi barunya yang mampu menampilkan irama Banyumasan serta dialek Banyumasan.
Ciri-ciri khas lainnya antara lain mengandung parikan yaitu semacam pantun
berisi sindiran jenaka, iramanya yang lebih dinamis dibanding irama Yogya-Solo
bahkan lebih mendekati irama Sunda. Isi-isi syairnya umumnya mengandung
nasihat, humor, menggambarkan keadaan daerah Banyumas serta berisi
kritik-kritik sosial kemasyarakatan. Lagu-lagu gending Banyumasan dapat
dimainkan dengan gamelan biasa maupun gamelan calung bambu. Seperti irama
gending Jawa pada umumnya, irama gending Banyumasan mengenal juga laras slendro
dan pelog.
Kesimpulan
dari saya yaitu sungguh banyak ternyata budaya-budaya diIndonesia yang sangat
unik dah harus di lestarikan keberadaannya,maka dari itu kita sebagai
masyarakat indonesia harus bisa menjadikan kebudayaan kita suatu barang langka
yang harus kita lindungi dan kita lestarikan karna kebudayaan itu adalah
peninggalan nenek moyang kita.
Sumber :
id.wikipedia.org/wiki/Seni_tradisional_Banyumasan
0 komentar:
Posting Komentar